Gaya belajar sering menjadi topik perbincangan dalam pendidikan. “Betty adalah pembelajar visual. Sam adalah pembelajar kinestetik. Emma adalah pembelajar auditori.”
Istilah ini mungkin terdengar familiar dan masuk akal, beberapa orang tampaknya belajar lebih baik ketika mereka melihat sesuatu, yang lain ketika mereka aktif, dan beberapa ketika mereka mendengar sesuatu. Namun, apakah ada bukti nyata tentang efektivitas gaya belajar ini?
Sebelum membahas karakteristik pembelajar auditori yang cerdas, penting untuk mengeksplorasi apa yang dikatakan penelitian tentang gaya belajar secara umum.
Membongkar Mitos Gaya Belajar
Pada 1990-an, seorang inspeksi sekolah dari Selandia Baru bernama Neil Fleming mengembangkan kuesioner untuk mengukur gaya belajar preferensi orang. Sekarang disebut kuesioner VARK, ini masih digunakan hingga saat ini untuk menentukan apakah orang lebih cenderung belajar secara Visual, Auditori, Membaca/Menulis, atau Kinestetik.
Teori gaya belajar Fleming mendapatkan popularitas selama beberapa dekade, tetapi tidak ada studi yang mengonfirmasi keabsahannya. Dalam sebuah studi oleh Polly Husmann dan Valerie Dean O’Loughlin, mereka menemukan bahwa orang yang menggunakan gaya belajar yang mereka sukai tidak melihat peningkatan dalam hasil belajar. Singkatnya, tidak ada korelasi antara gaya belajar dan pembelajaran yang sebenarnya.
Studi lain oleh Abby R. Knoll, Hajime Otani, Reid L. Skeel, dan K. Roger Van Horn juga menemukan bahwa gaya belajar tidak memiliki hubungan dengan daya ingat. Peserta yang lebih suka belajar secara visual tidak lebih baik dalam mengingat gambar yang mereka lihat daripada kata-kata yang mereka dengar.
Tidak ada bukti bahwa gaya belajar membantu orang belajar atau mengingat. Sebaliknya, gaya belajar harus dianggap sebagai preferensi. Beberapa orang lebih suka ketika orang menuliskan sesuatu untuk mereka, tetapi tidak ada bukti bahwa ini meningkatkan daya ingat.
7 Karakteristik Pembelajar Auditori yang Cerdas
Memiliki preferensi untuk belajar secara auditori berarti seseorang lebih cenderung terhadap komunikasi verbal. Buku audio dan kuliah mungkin lebih cocok untuk mereka dibandingkan dengan grafik dan diagram yang disukai oleh pembelajar visual.
Jadi, bagaimana jika seseorang merasa bahwa mereka adalah pembelajar auditori? Misalnya, seseorang memiliki bakat dalam memproses komunikasi audio dan bisa menutup mata dan mengambil semua detail penting dari kuliah atau buku audio. Daftar berikut adalah untuk mereka. Berikut adalah 7 karakteristik pembelajar auditori yang cerdas—orang yang menggunakan preferensi auditori mereka dengan bijak.
1. Mengambil Gaya Belajar dengan Hati-hati
Tidak ada bukti bahwa gaya belajar seseorang mempengaruhi pembelajaran mereka, jadi pembelajar auditori yang cerdas pasti mengambil gaya belajar dengan hati-hati.
Anggap ini sebagai preferensi. Pembelajar auditori yang cerdas tahu mereka lebih suka buku audio dan mendengarkan sesuatu dengan lantang, jadi tidak ada salahnya untuk mengikuti preferensi itu.
Hanya saja, jangan berasumsi bahwa itu akan meningkatkan nilai ujian.
2. Menghilangkan Gangguan
Hanya karena seseorang adalah pembelajar auditori tidak berarti mereka bisa memilah-milah banyak input auditori sekaligus. Apapun preferensi belajar seseorang, mereka harus berusaha untuk mengurangi gangguan.
Seorang pembelajar auditori mungkin kesulitan belajar sambil mendengarkan musik atau mengalami kesulitan bekerja dengan TV menyala karena mereka sangat reseptif terhadap informasi auditori. Oleh karena itu, mereka harus menemukan tempat yang tenang untuk belajar, sehingga bisa fokus sepenuhnya pada apa pun yang mereka coba ingat.
3. Mencocokkan Tugas Belajar dengan Gaya Belajar
Rahasia sebenarnya untuk meningkatkan retensi dan daya ingat adalah mencocokkan tugas belajar dengan gaya belajar. Pembelajar auditori yang cerdas tahu kapan waktu terbaik untuk mengandalkan belajar secara auditori. Mereka tidak selalu kembali pada mendengarkan. Sebaliknya, mereka merencanakan pendekatan terbaik untuk setiap tantangan belajar individu.
Sebagai contoh, seseorang mungkin tahu bahwa mereka lebih suka belajar secara visual, tetapi jika mereka perlu menghafal dialog dalam sebuah drama, mereka mungkin lebih baik merekam dialog karakter lain, sehingga bisa berlatih mengucapkan dialog ketika mendengar isyarat mereka.
Mungkin mereka lebih kinestetik. Itu tidak berarti bahwa mereka harus bergerak untuk belajar. Sebaliknya, mereka harus strategis tentang kapan dan bagaimana menambahkan gerakan ke proses belajar. Mungkin masuk akal bagi mereka untuk menghafal negara atau provinsi dengan menggambar peta raksasa dan berlari ke tempat yang tepat ketika seseorang menyebutkan lokasi geografis itu. Namun, tidak masuk akal untuk menari-nari saat membaca Foucault. Gaya belajar harus melayani apa pun yang sedang dipelajari.
Alih-alih melayani preferensi belajar orang, mereka harus mencocokkan gaya belajar dengan tugas yang ada. Tanyakan pada diri sendiri, “Apa gaya terbaik (visual, auditori, kinestetik, membaca/menulis) untuk tugas belajar ini?”
4. Menggunakan Suara Mereka
Pembelajar auditori mungkin perlu membaca sesuatu dengan lantang atau mendengarkan buku audio daripada membaca secara diam-diam. Menambahkan suara mereka bisa membantu mengubah membaca/menulis menjadi latihan auditori.
Berpikirlah kreatif. Jika seseorang menganggap diri mereka sebagai pembelajar auditori, pikirkan cara berbeda untuk menambahkan elemen audio ke dalam pembelajaran mereka. Nyanyikan. Teriakkan. Jadikan itu puisi. Hanya saja, jangan terjebak dalam gaya belajar membaca/menulis ketika lebih suka mendengar dan mendengarkan.
5. Melatih Kemampuan Mendengarkan
Pembelajar auditori yang cerdas tidak menganggap mendengarkan sebagai sesuatu yang sepele. Hanya karena mereka lebih suka belajar secara auditori tidak berarti mereka hebat dalam hal itu. Sebaliknya, pembelajar auditori yang cerdas mengambil preferensi mereka dan meningkatkannya dari waktu ke waktu.
Latih keterampilan mendengarkan. Berikan perhatian penuh kepada orang lain, klarifikasi apa yang baru saja mereka dengar, dan tantang diri mereka untuk menjadi pendengar yang aktif dan hadir semaksimal mungkin.
Mengajukan pertanyaan klarifikasi dan mengulangi kembali apa yang baru saja mereka dengar bisa membantu mereka menilai seberapa akurat kemampuan mendengarkan mereka. Mereka juga harus mentransfer apa yang telah mereka dengar ke gaya belajar lain. Tuliskan atau gambarkan sebagai gambar, grafik, dan diagram. Itu membawa kita ke karakteristik berikutnya dari pembelajar auditori yang cerdas.
6. Menggunakan Semua Gaya Belajar
Pembelajar auditori yang cerdas menggunakan semua gaya belajar. Mereka mungkin lebih suka mendengarkan, tetapi menggunakan semua jenis input membantu meningkatkan retensi dan daya ingat.
Jika seseorang belajar untuk ujian, jangan hanya merekam catatan mereka sebagai audio atau mendengarkan kuliah online. Gunakan kartu flash, baca catatan dengan lantang, ujilah diri sendiri, buat permainan aktif yang mengharuskan mereka bergerak, dan ajarkan konsep tersebut kepada teman sekamar. Ini melibatkan sebanyak mungkin bagian otak dan tubuh mereka dalam pembelajaran, yang meningkatkan peluang mereka untuk mengingat informasi dan lulus ujian.
7. Merefleksikan Apa yang Berhasil dan Apa yang Tidak
Pembelajar auditori yang cerdas juga reflektif dan sadar diri. Setelah mereka mencoba strategi pembelajaran, nilai dan refleksikan bagaimana hasilnya. Apakah mereka mengingat sebanyak yang mereka harapkan? Bangun dari kesuksesan mereka dan ubah strategi ketika gaya belajar tidak berhasil.
Pembelajaran auditori yang cerdas sebenarnya adalah pembelajaran yang cerdas. Buat rencana yang menggunakan beberapa gaya belajar yang sesuai. Kemudian, tindak lanjuti dengan menghilangkan gangguan dan belajar dengan sungguh-sungguh. Setelah menilai seberapa banyak yang mereka ingat, refleksikan apa yang berhasil dan apa yang tidak. Kemudian, perbaiki rencana mereka untuk lebih sukses di lain waktu.
Kesimpulan
Akan sangat ajaib jika gaya belajar adalah solusi ajaib untuk belajar. Banyak orang ingin bisa mengatakan bahwa mereka adalah pembelajar visual dan kemudian bisa mengingat setiap informasi hanya dengan melihatnya. Sayangnya, itu bukan cara kerja gaya belajar.
Pembelajaran adalah sesuatu yang kompleks dan rumit. Hanya karena seseorang lebih suka satu gaya belajar tidak berarti itu membantu mereka belajar lebih baik. Apa yang sebenarnya perlu dilakukan adalah bereksperimen dengan semua gaya belajar dan mencoba mencocokkan gaya belajar yang tepat dengan setiap tugas tertentu.
Mengetahui gaya belajar adalah penting. Baik untuk mengetahui bagaimana mereka lebih suka menerima informasi. Hanya saja, jangan berhenti di situ. Gunakan preferensi belajar secara auditori secara strategis dan saat masuk akal untuk melakukannya.